Sore itu, matahari mulai terbenam perlahan di sisi barat. Tangan kanan menggenggam pisau terlihat lihai menguliti sepotong ayam dengan santai. Di sebelah gerobaknya, panci besar sedang menanak nasi itu mengepulkan asap. Dari kesabarannya bergelut dengan panasnya wajan saban malam, akhirnya membuahkan hasil yang patut disyukuri hidupnya.
Saepudin mampu menginjakkan kakinya ke tanah suci dari hasil berjualan nasi goreng selama puluhan tahun. "Alhamdulilah biar baru saya sudah berangkat haji tahun kemarin," ujar Saepudin. Saepudin sudah menjadi pedagang nasi goreng sejak tahun 1994. Pertama kali dia menginjakkan kaki di Jakarta, sudah beberapa pekerjaan dia lakoni. Terakhir, bermula dari ikut temannya, Saepudin memilih untuk bertarung di kerasnya kota Jakarta sebagai pedagang nasi goreng. Saban hari dia mampu menghabiskan sembilan kilo beras. Sedangkan untuk akhir pekan bisa meningkat dua kali lipat. "Yah seporsi bisa Rp 17 ribu, itu yang spesial, biasa Rp 13 ribu," ujarnya.
Dia mengaku sudah beberapa kali pindah tempat mangkal. Rata-rata dia mencicipi hampir semua wilayah Jakarta mulai dari Petukangan, Salemba, Matraman, Menteng, dan terakhir hingga saat ini menetap untuk berjualan di Pasar Rumput, Manggarai, Jakarta Selatan. "Yah sudah beberapa kali coba peruntungan dan terakhir di Pasar Rumput," kata lelaki kelahiran Tegal itu.
Mnurutnya, saingan berdagang nasi goreng pun tak mudah. Di kawasan Pasar Rumput, Manggarai terhitung banyak pedagang nasi goreng tak jauh dari tempatnya mangkal. Ada sekitar empat gerobak nasi goreng ikut mencoba mencari peruntungan di sekitaran Saepudin berjualan. Itu pun kata Saepudin belum terhitung dengan pedagang keliling yang biasa melewati rutenya mangkal.
"Tenang saja, rezeki sudah ada yang atur, jadi enggak ketuker," ujarnya dengan nada tegas.
Saepudin menuturkan, jika di pangkalan tukang nasi goreng keliling punya sistem jual beli bahan dagangan tersendiri. Semuanya berdasarkan kepercayaan. Setiap pedagang nasi goreng kata Saepudin punya warung sembako khusus. Biasanya letaknya tak jauh dari pangkalan. Para pedagang mendapatkan kasbon bumbu dan beras secara mudah dari penjualnya."Kita bisa ambil dahulu bayar belakangan, harga seperti telur beda seribu sama di pasar. Hitung-hitung biaya transportasi lah" ujarnya.
Serupa dengan pedagang nasi goreng keliling lainnya, Sutar mampu mempunyai sawah seperempat hektare di kampung halamannya, Slawi, Jawa Tengah. Selain berdagang nasi kesibukan lain bercocok tanam."Saya di kampung menanam wortel dan bawang saja, cukup," ujar Sutar.
Perjuangannya berdagang nasi goreng memang tak diragukan lagi. Sejak tahun 1985, Sutar sudah menginjakkan kaki di Jakarta. Pertama kali dia masih mengikut kakak kandungnya berjualan nasi goreng dengan memakai gerobak pikul. Harga nasi goreng saat itu hanya sebesar Rp 250 rupiah.
"Waktu itu harganya masih 250 perak pakai telor, 200 perak nasi goreng biasa," tuturnya.
Selain sawah di kampung dari hasil berjualan nasi goreng, Sutar juga mampu menyekolahkan anaknya hingga kuliah. Saat ini anak ketiganya masih duduk di bangku kuliah tingkat dua."Saya enggak tahu jurusannya apa, pokoknya dari kecil anak lelaki saya itu memang tekun bersekolah," kata Sutar yang memiliki enam orang anak ini.
Saepudin mampu menginjakkan kakinya ke tanah suci dari hasil berjualan nasi goreng selama puluhan tahun. "Alhamdulilah biar baru saya sudah berangkat haji tahun kemarin," ujar Saepudin. Saepudin sudah menjadi pedagang nasi goreng sejak tahun 1994. Pertama kali dia menginjakkan kaki di Jakarta, sudah beberapa pekerjaan dia lakoni. Terakhir, bermula dari ikut temannya, Saepudin memilih untuk bertarung di kerasnya kota Jakarta sebagai pedagang nasi goreng. Saban hari dia mampu menghabiskan sembilan kilo beras. Sedangkan untuk akhir pekan bisa meningkat dua kali lipat. "Yah seporsi bisa Rp 17 ribu, itu yang spesial, biasa Rp 13 ribu," ujarnya.
Dia mengaku sudah beberapa kali pindah tempat mangkal. Rata-rata dia mencicipi hampir semua wilayah Jakarta mulai dari Petukangan, Salemba, Matraman, Menteng, dan terakhir hingga saat ini menetap untuk berjualan di Pasar Rumput, Manggarai, Jakarta Selatan. "Yah sudah beberapa kali coba peruntungan dan terakhir di Pasar Rumput," kata lelaki kelahiran Tegal itu.
Mnurutnya, saingan berdagang nasi goreng pun tak mudah. Di kawasan Pasar Rumput, Manggarai terhitung banyak pedagang nasi goreng tak jauh dari tempatnya mangkal. Ada sekitar empat gerobak nasi goreng ikut mencoba mencari peruntungan di sekitaran Saepudin berjualan. Itu pun kata Saepudin belum terhitung dengan pedagang keliling yang biasa melewati rutenya mangkal.
"Tenang saja, rezeki sudah ada yang atur, jadi enggak ketuker," ujarnya dengan nada tegas.
Saepudin menuturkan, jika di pangkalan tukang nasi goreng keliling punya sistem jual beli bahan dagangan tersendiri. Semuanya berdasarkan kepercayaan. Setiap pedagang nasi goreng kata Saepudin punya warung sembako khusus. Biasanya letaknya tak jauh dari pangkalan. Para pedagang mendapatkan kasbon bumbu dan beras secara mudah dari penjualnya."Kita bisa ambil dahulu bayar belakangan, harga seperti telur beda seribu sama di pasar. Hitung-hitung biaya transportasi lah" ujarnya.
Serupa dengan pedagang nasi goreng keliling lainnya, Sutar mampu mempunyai sawah seperempat hektare di kampung halamannya, Slawi, Jawa Tengah. Selain berdagang nasi kesibukan lain bercocok tanam."Saya di kampung menanam wortel dan bawang saja, cukup," ujar Sutar.
Perjuangannya berdagang nasi goreng memang tak diragukan lagi. Sejak tahun 1985, Sutar sudah menginjakkan kaki di Jakarta. Pertama kali dia masih mengikut kakak kandungnya berjualan nasi goreng dengan memakai gerobak pikul. Harga nasi goreng saat itu hanya sebesar Rp 250 rupiah.
"Waktu itu harganya masih 250 perak pakai telor, 200 perak nasi goreng biasa," tuturnya.
Selain sawah di kampung dari hasil berjualan nasi goreng, Sutar juga mampu menyekolahkan anaknya hingga kuliah. Saat ini anak ketiganya masih duduk di bangku kuliah tingkat dua."Saya enggak tahu jurusannya apa, pokoknya dari kecil anak lelaki saya itu memang tekun bersekolah," kata Sutar yang memiliki enam orang anak ini.
Related Cars
Nicestcar offers the latest car news as well as a look at the automotive past.
Classic cars, muscle cars, exotic cars, supercars, everyday cars - All makes. All models.